Kekalahan Thomas Uber Indonesia
Diposting oleh Lia's Homepage , Selasa, 18 Mei 2010 10.17
Piala Thomas dan Uber telah berlalu. Pergelaran akbar dua tahun sekali itu telah menoreh sejarah kemenangan atasnya. Ya.. siapa lagi kalau bukan China dan China. Dengan ketangguhan dan semangat yang membara mereka dapat mengawinkan Thomas dan Uber cup untuk keenam kalinya dalam sejarah bulu tangkis dunia tersebut.
Kali ini Thomas dan Uber Cup yang dinanti-nantikan diadakan di Jakarta, sekaligus memperingati hari Kebangkitan Nasional bangsa Indonesia. Meskipun tidak mendapatkan Thomas, tim Uber Indonesia dapat membawa negara kita pada putaran final piala Uber. Sedangkan untuk piala Thomas harus puas pada semifinal setelah tumbang oleh macan dari asia, Korea Selatan. Selama tiga set langsung baik Uber maupun Thomas dikalahkan dengan mulus oleh lawan yang memang tangguh.
Melihat kekalahan Indonesia pada putaran piala Uber dan Thomas yang digelar mulai tanggal 11 hingga 18 mei kemarin menyisakan kesedihan dalam diri saya. Meskipun berada jauh dari istora senayan jakarta, tepatnya di Makassar, saya sangat bergairah untuk menyaksikan perhelatan akbar tersebut, apalagi yang menjadi tuan rumah adalah Jakarta, Indonesia. Besar harapan saya untuk melihat piala tersebut diraih dan dikawinkan oleh Indonesia setelah 16 tahun dicuri oleh Cina.
Tetapi setelah melihat kegagalan itu saya bersedih dan betul-betul kecewa. Tetapi setelah merenung lama dan setelah berjalannya waktu saya sadar bahwa kemarahan dan kekecewaan merupakan tindakan sia-sia saja. Perbuatan tersebut tidak membuahkan hasil apa-apa. Tidak akan juga membalikkan kenyataan kekalahan Indonesia pada ajang tersebut.
Saya kemudian berpikir bahwa mereka telah berbuat seoptimal dan semaksimal mungkin untuk team Merah-Putih. Saya sadar bahwa mereka adalah putra-putri kebanggaan milik Indonesia yang sangat langkadan bertarung mati-matian untuk kita. Dengan usia dini, mereka telah mengharumkan nama bangsa di dunia internasional. Berpartisipasi dalam acara yang sangat spesial. Sementara banyak orang yang kerjanya hanya pintar berkomentar tetapi tidak mempunyai sesuatu yang dapat dipersembahkan bagi Indonesia. Dan hal tersebut telah saya rasakan. Bahwa saya telah termasuk kedalam kelompok tadi. Kelompok manusia yang hanya bisa menuntut hak meski belum memberikan kewajibannya kepada negara.
Setelah Thomas dan Uber Cup, Indonesia juga merayakan Hari Kebangkitan Nasional. Hari dimana Indonesia bangkit dari keterpurukan dan penjajahan yang amat menyengsarakan. Bangkit dari ketidakmampuan. Bangkit dari kelemahan dan ketertindasan. 100 tahun telah terlewati dan saat ini kita dihadapakan pada masalah sosial yang harus dihadapi untuk kemudian bangkit dan membawa diri kita.
Dan hal tersebut yang harus dibangkitkan dari generasi muda Indonesia. Karena pada saat ini kelemahan generasi Indonesia terdapat pada akhlak, bukan menegakkan bambu runcing lagi sebagai simbol kebangkitan. Pada kenyataan sekarang, masih banyak generasi muda yang terjerat pada tindakan yang amoral. Seperti terlibat pergaulan bebas, narkoba, hedonistik yang justru membuat kelemahan pada mereka sendiri, dan lagi-lagi mungkin termasuk saya. Banyak generasi muda, terutama mahasiswa yang hanya bisa mengkritisi apa yang dilakukan oleh pemerintah tanpa bisa memberikan langkah solutif bagi bangsa kita. Banyak generasi muda yang berperang antar sesama. Banyak generasi muda kita yang tidak mengenal lagi arti nasionalisme. Arti perjuangan. Perlunya membawa nama harum bangsa. Banyak generasi muda yang membawa dirinya kedalam suatu kepribadian yang tidak sesuai dengan kepribadian kita. Banyak generasi yang muda yang sok tahu. Banyak generasi muda yang terlalu mengagungkan arti kebebasan, sebuah kebebasan yang sebebas-bebasnya. Banyak generasi muda yang mengandalkan otot bukan otak. Banyak generasi muda yang sudah terlepas dari tatakrama dan masih banyak lagi kemunduran moral yang dilakukan oleh generasi muda. Dan mungkin saya sudah termasuk di dalamnya.
Karena kadang kita lupa dan tidak sadar telah melakukan hal tersebut. Seiring perkembangan jaman yang telah modern, pengaruh yang ada lantas kita terima mentah-mentah. Entah itu untuk alasan pergaulan atau hal lain. Tapi sungguh kita lupa mengintrospeksi diri bahwa apa yang telah kita perbuat untuk bangsa.
Kita memang menjadi bangsa kritis kemudian tetapi apakah kekritisan itu sudah disertai dengan saran yang solutif. 100 tahun kebangkitan bangsa, benar-benar suatu momentum bagi kita untuk berintrospeksi diri mengulas lebih jauh seberapa besar pengorbanan kita untuk orang-orang terdekat kita.
Karena kalau bukan dari sekarang kapan lagi. Jika menghendaki dan mengikuti alur perutaran zaman yang didominasi paham-paham barat yang kemudian terimplementasi di indonesia, tanpa mengadakan evaluasi dan monitoring terhadap perilaku kita itu, maka kita akan terjerat. Terjerumus pada kekalahan yang nyata. Kita bangsa timur mempunyai kepribadian dan ideologi sendiri. Sebagian besar kita merupakan warga muslim, maka ideologi seperti itu yang harus kita jalankan. Toh di dalam pembukaan UUD 1945 terpampang jelas akan ciri bangsa kita, tujuan serta cita-cita.
Kapan lagi kalau bukan sekarang. Kita harus bangkit dari keterpurukan moral ini. Kita tidak bisa dijajah oleh nafsu kita. Kita harus bangkit. Cukuplah Al Quran dan As Sunnah sebagai pedoman dan pembimbing kita untuk dapat mengubah diri kita.
Posting Komentar